Minggu, 01 April 2012

FOTOKATALISIS PADA PERMUKAAN TIO2

PADA abad yang lalu para peneliti berhasil mendiskripsikan fenomena fotokatalisis pada permukaan semikonduktor metal-oksida. Pertamakali dikemukakan oleh Renz tahun 1921 dan sampai tahun 1960-an mendapat antusiasme yang biasa-biasa saja dari kalangan peneliti. Popularitas semikonduktor fotokatalisis meningkat setelah publikasi Akira Fujishima di majalah Nature 1972. Ia melaporkan pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen menggunakan kristal tunggal TiO2 dengan input sinar UV berenergi rendah. Hidrogen dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan diproyeksikan dapat menggantikan minyak bumi. Publikasi ini mendapat perhatian besar dan momentum kuat oleh isu krisis energi, pada masa itu, dengan ketakutan akan habisnya cadangan minyak bumi. Tentu saja pengajuan alternatif cara penyediaan energi dengan latar belakang sains yang kuat ini mendapat sambutan antusias di kalangan para peneliti. Seolah-olah problem energi dunia segera akan teratasi. Bagaimana tidak, dengan input sinar berenergi rendah (terdapat juga dalam sinar Matahari yang sampai ke Bumi) permukaan TiO2 mampu memproduksi gas hidrogen dari air dan sebagai tambahan sistem sel fotokatalisis tersebut juga menghasilkan arus listrik secara langsung.
Para peneliti berlomba mereplikasi, memverifikasi, dan mengembangkan sistem tersebut agar applicable dalam kehidupan nyata, walaupun kemudian menemui kenyataan bahwa harus menunda dulu mimpi indah energi alternatif ini. Bagaimana tidak, hanya kurang dari 1 persen input cahaya yang berhasil diubah menjadi produk energi sehingga proyek ini dinilai masih tidak ekonomis.
Namun demikian, para peneliti mendapatkan aspek lain dari fenomena fotokatalisis lebih feasible untuk tataran aplikasi keseharian, yakni turunan teknologinya sebagai pengolah air dan/atau udara, serta kemampuannya membuat permukaan bahan menjadi tetap bersih (swabersih).
Fotokatalisis yang dibicarakan di sini adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet ( l < 405 nm) permukaan TiO2 mempunyai kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air, berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun. Sementara dengan mengelola sisi reduksi proses tersebut, karbon dioksida dapat diubah menjadi alkohol, suatu cara produksi zat organik yang berguna, mirip dengan proses fotosintesa pada tumbuhan.
Penyinaran permukaan TiO2 (bersifat semikonduktor) menghasilkan pasangan elektron dan hole positif pada permukaannya juga menjadikan permukaan tersebut bersifat polar dan/atau hidrofilik (suka akan air) dan kemudian berubah lagi menjadi nonpolar dan/atau hidrofobik (tidak suka air) setelah beberapa lama tidak mendapatkan penyinaran lagi.
Sifat hidrofilik dan hidrofobik, salah satunya, ditandai dengan ukuran sudut kontak butiran air pada permukaan lapisan tipis TiO2 tersebut, yaitu sedikit lebih besar dari 50 derajat pada saat sebelum disinari kemudian berubah menjadi mendekati 0 derajat setelah disinari. Material dengan sudut kontak sekecil itu akan sangat hidrofilik (superhidrofilik) (R Wang, Nature, 1997).
Persoalan praktis yang bisa diperbaiki dengan memanfaatkan fenomena tersebut adalah perbaikan mutu cermin atau kaca. Suatu permukaan cermin dan/atau kaca, karena memiliki sudut kontak dengan air cukup besar, jika dalam suasana kelembaban tinggi maka air yang menempel pada permukaan tersebut membentuk bintik-bintik air sehingga cermin akan tampak berkabut.
Sedangkan cermin yang diberi lapisan tipis TiO2 dan mendapat penyinaran yang sesuai akan tetap tampak bening, tidak berkabut, meski terkena uap air, karena air yang ada di permukaan mempunyai sudut kontak mendekati nol, akibatnya terjadi kontinuitas butiran air satu dengan lainnya sehingga membentuk lapisan tipis. Ini berarti kita mempunyai cermin dan/atau kaca yang tetap bening, tidak berkabut, pada saat udara menjadi sangat lembab. Dengan material tersebut cermin kamar mandi tidak akan berkabut pada saat kita menggunakan shower air hangat atau cermin/kaca spion tetap bening saat hujan.
Manfaat lain dari superhidrofilisitas permukaan tadi adalah kotoran yang bersifat suka air pada setiap bagian permukaan akan terbawa saat air mengalir di atas permukaan tersebut. Sementara kotoran yang tidak suka air (minyak) yang berarti nonpolar atau hidrofobik akan tergelincir saat berada pada permukaan yang sangat hidrofilik. Sebagai tambahan kotoran nonpolar (kebanyakan zat organik) yang tertinggal di permukaan lapisan tipis TiO2 secara pelahan akan hancur, dipecah menjadi, karbon dioksida dan air akibat proses fotokatalisis.
Arah terapan dari TiO2 fotokatalisis sangat terbuka sebagai pelapis bahan bangunan, baik untuk lantai, atap, dinding luar dan dalam suatu bangunan. Dapat juga sebagai pelapis benda-benda dekoratif, kaca lampu dan sebagainya. Keuntungan penggunaan bahan tersebut adalah benda-benda menjadi tidak mudah kotor, frekuensi pembersihan menjadi lebih lama, dan cukup dibersihkan dengan air (plus bantuan cahaya) tanpa perlu memakai bahan pembersih kimia. Permukaan benda seperti itu mampu pula secara pelahan tapi pasti menghancurkan pencemar yang melewatinya, sehingga udara menjadi lebih bersih. Akibat proses fotokatalisis, mikroorganisme pun akan mati jika berada pada permukaan seperti itu karena teroksidasi sehingga permukaan bahan menjadi lebih steril.
Lantas, kapan realisasi benda-benda seperti itu akan tersedia di pasaran? Saat ini di Jepang ada lebih dari 1.000 perusahan (besar dan kecil) yang bergerak dalam komersialisasi teknologi ini. Di belahan dunia lain seperti Amerika dan Eropa, meskipun tidak sebanyak di Jepang, mulai juga perusahaan-perusahaan masuk ke wilayah bisnis ini, baik yang melakukan lisensi teknologi dari Jepang maupun teknologi yang mereka kembangkan sendiri.
Rasanya tidak akan lama lagi produk-produk berbasis teknologi ini akan masuk juga ke belantara bisnis di Indonesia (atau sudah?), yang notabene penuh limpahan sinar Matahari sepanjang tahun. Sinar Matahari adalah sumber energi yang paling murah untuk menggerakkan proses fotokatalisis.
Akankah kita menjadi konsumen produk akhir terus-menerus?, ataukah kita akan mampu menyuplai kebutuhan sendiri, baik dengan lisensi teknologi dan/atau teknologi yang dikembangkan sendiri untuk mengisi kebutuhan (pasar) yang akan terbentuk?
Sebagai "negara miskin" tetapi memiliki sejumlah penduduk yang relatif kaya, sangat senang menikmati, dan rela membayar untuk menikmati, kemudahan dan kenyamanan yang diakomodir oleh teknologi, kiranya akan menjadi sasaran pemasaran dari "negara kaya" yang menguasai teknologi. Adalah kewajiban kita atau sebagian dari kita untuk mencermati keadaan seperti itu, tidak hanya dalam bidang teknologi yang dibicarakan di sini tetapi juga teknologi-teknologi lainnya, dan berusaha sungguh-sungguh serta konsisten meningkatkan kompetensi bangsa sendiri agar "kita" bisa bangkit menyongsong era milennium yang baru dimulai ini.
Saya percaya, setidaknya mencoba percaya, masih ada di antara kita yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan dengan kesadaran penuh bergerak dalam format "negara miskin" (bukan berarti rendah diri) berusaha meningkatkan kompetensi bangsa sendiri dalam bidang dan/ atau lingkungannya. Mereka itu perlu "dirigen" yang memiliki visi sepadan untuk menyerasikan gelombang gerakan agar padu namun dinamis dan bergerak maju menantang badai globalisasi yang tidak lama lagi (sudah) datang menerjang.

Titanium Dioxida (TiO2) Fotokatalis (photocatalist) Yang Potensial

Sekilas Senyawa ini mirip tepung berwarna putih,berbentuk bubuk, Boleh dikatakan lebih mirip dengan kapur/gamping yang biasa kita gunakan Senyawa ini mendadak jadi populer setelah adanya laporan dari peneliti jepang Akira Fujishima pada publikasinya yang melaporkan tentang adanya pemecahan molekul air menjadi oksigen dan hidrogen pada eksperimen yang menggunakan kristal tunggal dari TiO2 menggunakan sinar UV (Ultra Violet) berenergi rendah pada majalah nature yang terbit tahun 1972.
Titanium Dioksida murni tidak terdapat di alam tetapi berasal dari bijih ilmenite atau leuxocene bijih ini adalah bahan utama yang digunakan untuk produksi Titanium Oksida
DEFINISI
Titanium Dioxida juga bisa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida adalah merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2 Senyawa ini biasa digunakan sebagai pigmen pada cat tembok, sunscreen dan pada makanan (CI 77891) (wikipedia)
BENTUK
Secara fisika Sifat dari Titanium Oksida dapat dijabarkan dalam tabel berikut
Tabel 1. Sifat Fisik dan mekanik dari titanium dioksida

Property

Density
4 gcm-3
Porosity
0%
Modulus of Rupture
140MPa
Compressive Strength
680MPa
Poisson’s Ratio
0.27
Fracture Toughness
3.2 Mpa.m-1/2
Shear Modulus
90GPa
Modulus of Elasticity
230GPa
Microhardness (HV0.5)
880
Resistivity (25°C)
1012 ohm.cm
Resistivity (700°C)
2.5×104 ohm.cm
Dielectric Constant (1MHz)
85
Dissipation factor (1MHz)
5×10-4
Dielectric strength
4 kVmm-1
Thermal expansion (RT-1000°C)
9 x 10-6
Thermal Conductivity (25°C)
11.7 WmK-1
Tabel 2. Sifat Optik dari Titanium Dioksida

Phase
Refractive
Density
Crystal
Index
(g.cm-3)
Structure
Anatase
2.49
3.84
Tetragonal
Rutile
2.903
4.26
Tetragonal
Aplikasi
Titanium dioksida dapat digunakan sebagai fotokatalis karena sifat ini senyawa ini digunakan sebagai alat treatment air dengan cara melewatkan air yang tercemar pada permukaan kaca yang telah dilapisi dengan senyawa ini sedangkan sumber sinar UV yang digunakan adalah berasal dari matahari jika dugunakan matahari sebagai katalis maka media ini cukup ramah lingkungan selain itu mungkin senyawa ini dapat digunakan untuk melapisi genting sehingga air hujan tidak cepat merusak genting karena sifat alami dari senyawa ini. dapat juga digunakan sebagai sensor oxigen dan anti microbiologi (pembunuh kuman) tentunya dengan bantuan sianr UV.