Minggu, 01 April 2012

FOTOKATALISIS PADA PERMUKAAN TIO2

PADA abad yang lalu para peneliti berhasil mendiskripsikan fenomena fotokatalisis pada permukaan semikonduktor metal-oksida. Pertamakali dikemukakan oleh Renz tahun 1921 dan sampai tahun 1960-an mendapat antusiasme yang biasa-biasa saja dari kalangan peneliti. Popularitas semikonduktor fotokatalisis meningkat setelah publikasi Akira Fujishima di majalah Nature 1972. Ia melaporkan pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen menggunakan kristal tunggal TiO2 dengan input sinar UV berenergi rendah. Hidrogen dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan diproyeksikan dapat menggantikan minyak bumi. Publikasi ini mendapat perhatian besar dan momentum kuat oleh isu krisis energi, pada masa itu, dengan ketakutan akan habisnya cadangan minyak bumi. Tentu saja pengajuan alternatif cara penyediaan energi dengan latar belakang sains yang kuat ini mendapat sambutan antusias di kalangan para peneliti. Seolah-olah problem energi dunia segera akan teratasi. Bagaimana tidak, dengan input sinar berenergi rendah (terdapat juga dalam sinar Matahari yang sampai ke Bumi) permukaan TiO2 mampu memproduksi gas hidrogen dari air dan sebagai tambahan sistem sel fotokatalisis tersebut juga menghasilkan arus listrik secara langsung.
Para peneliti berlomba mereplikasi, memverifikasi, dan mengembangkan sistem tersebut agar applicable dalam kehidupan nyata, walaupun kemudian menemui kenyataan bahwa harus menunda dulu mimpi indah energi alternatif ini. Bagaimana tidak, hanya kurang dari 1 persen input cahaya yang berhasil diubah menjadi produk energi sehingga proyek ini dinilai masih tidak ekonomis.
Namun demikian, para peneliti mendapatkan aspek lain dari fenomena fotokatalisis lebih feasible untuk tataran aplikasi keseharian, yakni turunan teknologinya sebagai pengolah air dan/atau udara, serta kemampuannya membuat permukaan bahan menjadi tetap bersih (swabersih).
Fotokatalisis yang dibicarakan di sini adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet ( l < 405 nm) permukaan TiO2 mempunyai kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air, berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun. Sementara dengan mengelola sisi reduksi proses tersebut, karbon dioksida dapat diubah menjadi alkohol, suatu cara produksi zat organik yang berguna, mirip dengan proses fotosintesa pada tumbuhan.
Penyinaran permukaan TiO2 (bersifat semikonduktor) menghasilkan pasangan elektron dan hole positif pada permukaannya juga menjadikan permukaan tersebut bersifat polar dan/atau hidrofilik (suka akan air) dan kemudian berubah lagi menjadi nonpolar dan/atau hidrofobik (tidak suka air) setelah beberapa lama tidak mendapatkan penyinaran lagi.
Sifat hidrofilik dan hidrofobik, salah satunya, ditandai dengan ukuran sudut kontak butiran air pada permukaan lapisan tipis TiO2 tersebut, yaitu sedikit lebih besar dari 50 derajat pada saat sebelum disinari kemudian berubah menjadi mendekati 0 derajat setelah disinari. Material dengan sudut kontak sekecil itu akan sangat hidrofilik (superhidrofilik) (R Wang, Nature, 1997).
Persoalan praktis yang bisa diperbaiki dengan memanfaatkan fenomena tersebut adalah perbaikan mutu cermin atau kaca. Suatu permukaan cermin dan/atau kaca, karena memiliki sudut kontak dengan air cukup besar, jika dalam suasana kelembaban tinggi maka air yang menempel pada permukaan tersebut membentuk bintik-bintik air sehingga cermin akan tampak berkabut.
Sedangkan cermin yang diberi lapisan tipis TiO2 dan mendapat penyinaran yang sesuai akan tetap tampak bening, tidak berkabut, meski terkena uap air, karena air yang ada di permukaan mempunyai sudut kontak mendekati nol, akibatnya terjadi kontinuitas butiran air satu dengan lainnya sehingga membentuk lapisan tipis. Ini berarti kita mempunyai cermin dan/atau kaca yang tetap bening, tidak berkabut, pada saat udara menjadi sangat lembab. Dengan material tersebut cermin kamar mandi tidak akan berkabut pada saat kita menggunakan shower air hangat atau cermin/kaca spion tetap bening saat hujan.
Manfaat lain dari superhidrofilisitas permukaan tadi adalah kotoran yang bersifat suka air pada setiap bagian permukaan akan terbawa saat air mengalir di atas permukaan tersebut. Sementara kotoran yang tidak suka air (minyak) yang berarti nonpolar atau hidrofobik akan tergelincir saat berada pada permukaan yang sangat hidrofilik. Sebagai tambahan kotoran nonpolar (kebanyakan zat organik) yang tertinggal di permukaan lapisan tipis TiO2 secara pelahan akan hancur, dipecah menjadi, karbon dioksida dan air akibat proses fotokatalisis.
Arah terapan dari TiO2 fotokatalisis sangat terbuka sebagai pelapis bahan bangunan, baik untuk lantai, atap, dinding luar dan dalam suatu bangunan. Dapat juga sebagai pelapis benda-benda dekoratif, kaca lampu dan sebagainya. Keuntungan penggunaan bahan tersebut adalah benda-benda menjadi tidak mudah kotor, frekuensi pembersihan menjadi lebih lama, dan cukup dibersihkan dengan air (plus bantuan cahaya) tanpa perlu memakai bahan pembersih kimia. Permukaan benda seperti itu mampu pula secara pelahan tapi pasti menghancurkan pencemar yang melewatinya, sehingga udara menjadi lebih bersih. Akibat proses fotokatalisis, mikroorganisme pun akan mati jika berada pada permukaan seperti itu karena teroksidasi sehingga permukaan bahan menjadi lebih steril.
Lantas, kapan realisasi benda-benda seperti itu akan tersedia di pasaran? Saat ini di Jepang ada lebih dari 1.000 perusahan (besar dan kecil) yang bergerak dalam komersialisasi teknologi ini. Di belahan dunia lain seperti Amerika dan Eropa, meskipun tidak sebanyak di Jepang, mulai juga perusahaan-perusahaan masuk ke wilayah bisnis ini, baik yang melakukan lisensi teknologi dari Jepang maupun teknologi yang mereka kembangkan sendiri.
Rasanya tidak akan lama lagi produk-produk berbasis teknologi ini akan masuk juga ke belantara bisnis di Indonesia (atau sudah?), yang notabene penuh limpahan sinar Matahari sepanjang tahun. Sinar Matahari adalah sumber energi yang paling murah untuk menggerakkan proses fotokatalisis.
Akankah kita menjadi konsumen produk akhir terus-menerus?, ataukah kita akan mampu menyuplai kebutuhan sendiri, baik dengan lisensi teknologi dan/atau teknologi yang dikembangkan sendiri untuk mengisi kebutuhan (pasar) yang akan terbentuk?
Sebagai "negara miskin" tetapi memiliki sejumlah penduduk yang relatif kaya, sangat senang menikmati, dan rela membayar untuk menikmati, kemudahan dan kenyamanan yang diakomodir oleh teknologi, kiranya akan menjadi sasaran pemasaran dari "negara kaya" yang menguasai teknologi. Adalah kewajiban kita atau sebagian dari kita untuk mencermati keadaan seperti itu, tidak hanya dalam bidang teknologi yang dibicarakan di sini tetapi juga teknologi-teknologi lainnya, dan berusaha sungguh-sungguh serta konsisten meningkatkan kompetensi bangsa sendiri agar "kita" bisa bangkit menyongsong era milennium yang baru dimulai ini.
Saya percaya, setidaknya mencoba percaya, masih ada di antara kita yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan dengan kesadaran penuh bergerak dalam format "negara miskin" (bukan berarti rendah diri) berusaha meningkatkan kompetensi bangsa sendiri dalam bidang dan/ atau lingkungannya. Mereka itu perlu "dirigen" yang memiliki visi sepadan untuk menyerasikan gelombang gerakan agar padu namun dinamis dan bergerak maju menantang badai globalisasi yang tidak lama lagi (sudah) datang menerjang.

Titanium Dioxida (TiO2) Fotokatalis (photocatalist) Yang Potensial

Sekilas Senyawa ini mirip tepung berwarna putih,berbentuk bubuk, Boleh dikatakan lebih mirip dengan kapur/gamping yang biasa kita gunakan Senyawa ini mendadak jadi populer setelah adanya laporan dari peneliti jepang Akira Fujishima pada publikasinya yang melaporkan tentang adanya pemecahan molekul air menjadi oksigen dan hidrogen pada eksperimen yang menggunakan kristal tunggal dari TiO2 menggunakan sinar UV (Ultra Violet) berenergi rendah pada majalah nature yang terbit tahun 1972.
Titanium Dioksida murni tidak terdapat di alam tetapi berasal dari bijih ilmenite atau leuxocene bijih ini adalah bahan utama yang digunakan untuk produksi Titanium Oksida
DEFINISI
Titanium Dioxida juga bisa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida adalah merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2 Senyawa ini biasa digunakan sebagai pigmen pada cat tembok, sunscreen dan pada makanan (CI 77891) (wikipedia)
BENTUK
Secara fisika Sifat dari Titanium Oksida dapat dijabarkan dalam tabel berikut
Tabel 1. Sifat Fisik dan mekanik dari titanium dioksida

Property

Density
4 gcm-3
Porosity
0%
Modulus of Rupture
140MPa
Compressive Strength
680MPa
Poisson’s Ratio
0.27
Fracture Toughness
3.2 Mpa.m-1/2
Shear Modulus
90GPa
Modulus of Elasticity
230GPa
Microhardness (HV0.5)
880
Resistivity (25°C)
1012 ohm.cm
Resistivity (700°C)
2.5×104 ohm.cm
Dielectric Constant (1MHz)
85
Dissipation factor (1MHz)
5×10-4
Dielectric strength
4 kVmm-1
Thermal expansion (RT-1000°C)
9 x 10-6
Thermal Conductivity (25°C)
11.7 WmK-1
Tabel 2. Sifat Optik dari Titanium Dioksida

Phase
Refractive
Density
Crystal
Index
(g.cm-3)
Structure
Anatase
2.49
3.84
Tetragonal
Rutile
2.903
4.26
Tetragonal
Aplikasi
Titanium dioksida dapat digunakan sebagai fotokatalis karena sifat ini senyawa ini digunakan sebagai alat treatment air dengan cara melewatkan air yang tercemar pada permukaan kaca yang telah dilapisi dengan senyawa ini sedangkan sumber sinar UV yang digunakan adalah berasal dari matahari jika dugunakan matahari sebagai katalis maka media ini cukup ramah lingkungan selain itu mungkin senyawa ini dapat digunakan untuk melapisi genting sehingga air hujan tidak cepat merusak genting karena sifat alami dari senyawa ini. dapat juga digunakan sebagai sensor oxigen dan anti microbiologi (pembunuh kuman) tentunya dengan bantuan sianr UV.

 



Jumat, 30 Maret 2012

SENYAWA KOMLEKS

contoh molekul senyawa kompleks

Pengertian Senyawa Kompleks
Ditulis oleh Seprianus Plaimo pada 24-02-2012
Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA ( disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ). Titrasi kompleksometri ini ada 3 macam, yaitu langsung, tidak langsung, dan substitusi. tergantung sifat zat yang akan ditentukan, misalnya calcium, maka indikator yang dipakai, pH dll akan berbeda, dalam titrasi kompleksometri juga. Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion – ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Syaratnya mempunyai kelarutan tinggi.
Contohnya : kompleks logam dengan EDTA dan titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida.
Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi, dengan gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus-gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
              M(H2O)n + L = M (H2O)(n-1) L + H2O
Disini ligan (L) dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, dengan penggantian molekul-molekul air berturut-turut selanjutnya dapat terjadi, sampai terbentuk kompleks MLn; n adalah bilangan koordinasi dari logam itu, dan menyatakan jumlah maksimum ligan monodentat yang dapat terikat padanya.
              Ligan dapat dengan baik diklassifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat kepada ion logam. Begitulah, ligan-ligan sederhana, seperti ion-ion halida atau molekul-molekul H2O atau NH3, adalah monodentat,  yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu pasanagan-elektron-menyendiri kepada logam. Namun, bila molekul atau ion ligan itu mempunyai dua atom, yang masing-masing mempunyai satu pasangan elektron menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua atom-penyumbang, dan adalah mungkin untuk membentuk dua ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama; ligan seperti ini disebut bidentat dan sebagai contohnya dapatlah diperhatikan kompleks tris(etilenadiamina) kobalt(III), [Co(en)3]3+. Dalam kompleks oktahedral berkoordinat-6 (dari) kobalt(III), setiap molekul etilenadiamina bidentat terikat pada ion logam itu melalui pasangan elktron menyendiri dari kedua ataom nitrogennya. Ini menghasilkan terbentuknya tiga cincin beranggota-5, yang masing-masing meliputi ion logam itu; proses pembentukan cincin ini disebut penyepitan (pembentukan sepit atau kelat).
              Ligan multidentat mengandung lebih dari dua atom-koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen-penyumbang dan empat atom oksigen-penyumbang dalam molekul, dapat merupakan heksadentat.
              Spesi-spesi yang lompleks itu tak mengandung lebih dari satu ion logam, tetapi pada kondisi-kondisi yang sesuai, suatu kompleks binuklir, yaitu kompleks yang mengandung dua ion logam, atau bahkan suatu komleks polinuklir, yang mengansung lebih dari dua ion logam, dapat terbentuk. Begitulah, interaksi antar ion Zn2+ dan Cl- dapat menimbulkan pembentukan kompleks binuklir, misalnya [Zn2Cl6]2- disamping spesi seederhana seperti ZnCl3- dan ZnCl42-. Pembentukan kompleks binuklir dan polinuklir jelas akan lebih diuntungkan oleh konsentrasi yang tinggi ion logam itu; jika yang terakhir ini berada sebagai konstitusi runutan dari larutan, kompleks-kompleks polinuklir sangat kecil kemungkinannya akan terbentuk
Beberapa hal penting mengenai Senyawa Kompleks

Titrasi kompleksometri merupakan salah satu dari metode dalam Analisis Volumetri, dimana memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umumnya dipakai yaitu EDTA ( disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ). Titrasi kompleksometri termasuk ke dalam reaksi metatetik, karena dalam titrasinya hanya terjadi pergantian atau pertukaran antara ion-ion dan tidak terjadi perubahan bilangan oksidasi (biloks). Dalam titrasi kompleksometri, terjadi pembentukan kompleks yang stabil.
Tetapi sebelum membahas lebih jauh lagi mengenai titrasi kompleksometri, kita harus mengetahui dahulu beberapa hal ynag penting mengenai senyawa kompleks itu sendiri, yairu diantaranya :
  • Ikatan dalam senyawa kompleks
Ikatan antara Ag+ dengan N pada [Ag(NH3)2]+ adalah ikatan kovalen, hanya sepasang electron yang dipakai bersama dari atom N. Ikatan semacam ini disebut ikatan koordinat kovalen. Ion Ag bersifat akseptor electron sedangkan N disebut donor electron. Donor electron biasanya atom N, O, Cl.
  • Ion logam dan ligand
Ion logam dalam senyawa kompleks disebut inti logam, sedangkan partikel donor elektronnya disebut lignand.
Jumlah lignand yang dapat diikat oleh suatu ion logam disebut bilangan koordinasi. Besarnya bilangan koordinasi biasanya berkisar pada 2, 4, 6, dan 8. Umumnya 4 atau 6.
Bilangan koordinat 4 dijumpai pada ion:
Be2+, Zn2+, Cd2+, Hg2+, Pt2+, Pd2+, B3+, dan Al3+
Bilangan koordinat 6 dijumpai pada ion:
Fe2+, Co2+, Ni2+, Al3+, Co3+, Fe3+, Cr3+, Tr3+, Sn4+, Pb4+, Pt4+, dan Tr4+
  • Beberapa jenis senyawa Kompleks
Ada 2 jenis ligand dilihat dari jumlah atom donor di dalamnya :
1.      Ligand monodentat : terdapat 1 atom di dalamnya
2.   Lignand polidentat : terdapat lebih dari 1 atom donor di dalamnya
Dentat=gigi
Ligand polidentat disebut golongan pengkelat yang berasal dari kata Yunani “Chele” yang berarti cakar, hal ini dikarenakan dalam membentuk senyawa kompleks, lignand tersebut mencekram atom logam dengan sangat kuat. Senyawaannya disebut kompleks khelat.

Reaksi Pada Senyawa Kompleks

Reaksi substitusi adalah reaksi di mana 1 arau lebih ligan dalam suatu kompleks digantikan oleh ligan lain. Karena ligan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofilik (menyukai inti atom), maka reaksi tersebut juga dikenal sebagai reaksi substitusi nukeofilik (SN).
Berdasarkan mekanismenya reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi :
  1. SN1 (lim)
  2. SN1
  3. SN2
  4. SN2 (lim)
  1. SN1 (lim) : substitusi nukleofilik orde-1 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan pemutusan salah satu ligan, ini berlangsung lambat sehingga merupakan tahap penentu reaksi (rate determining step). Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) hanya dipengaruhi oleh jenis kompleks dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh jenis ligan pengganti.
Contoh :
[Co(CN-)5(H2O)]2- +    Y- ↔    [Co(CN-)5(Y-)]2- +    H2O
Diperoleh data harga k untuk berbagai ligan pengganti (Y-) sebagai berikut :
ligan pengganti (Y-)
k (detik-1)
Br- I-
SCN-
N3-
H2O-
1,6 . 10-3 1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
Mekanisme reaksi :
[Co(CN-)5(H2O)]2- ↔    [Co(CN-)5]2- +       H2O                (lambat)
[Co(CN-)5]2- +    Y- ↔    [Co(CN-)5(Y-)]2- (cepat)
Persamaan laju reaksi :  r = k ([Co(CN-)5(H2O)]2-)

  1. SN1 : substitusi nukleofilik orde-1
Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti sudah hampir putus sudah terjadi pembentukan ikatan (walaupun sangat lemah) antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti. Harga k terutama ditentukan oleh jenis ion kompleks, namun jika jenis ligan pengganti divariasi ternyata memberikan sedikit pengaruh seperti tersaji pada tabel berikut :
ligan pengganti (Y-)
k
[Ni(H2O)6]2+
[Co(H2O)6]2+
SO42- Glisin
Diglisin
imidazol
1,5 0,9
1,2
1,6
2 2,6
2,6
4,4
  1. SN2 : substitusi nukleofilik orde-2
Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti baru mulai melemah sudah terjadi pembentukan ikatan yang sudah hampir sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti.
  1. SN2-lim : substitusi nukleofilik orde-2 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan pembentukan ikatan yang sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti, dilanjutkan dengan pemutusan ligan terganti. Dengan demikian zantara (intermediate) merupakan kompleks koordinasi 5. Konstanta laju reaksi (k) dipengaruhi baik oleh jenis kompleks maupun oleh jenis ligan pengganti.
Contoh :
[PtCl4]2- +       X- ↔          [PtCl3X-]2- +   Cl-
Mekanisme :
[PtCl4]2- +       X- ↔          [PtCl4X-]2- (lambat)
[PtCl4X-]2- ↔         [PtCl3X-]2- +     Cl- (cepat)
Persamaan laju reaksi :  r = k ([PtCl4]2-)2(X-)
Untuk reaksi SN2 (lim) tersebut dapat disusun urutan laju reaksi untuk bebagai ligan pengganti (Y-), dimana perbandingan laju reaksi bilamana digunakan ligan PR3 :  OR- =  107 : 1
Reaksi substitusi pada kompleks oktahedral pada umunya berlangsung melalui mekanisme  SN1 dan SN1-lim (mekanisme disosiatif), sedang substitusi pada kompleks bujursangkar  pada umunya berlangsung melalui mekanisme SN2 dan SN2-lim (asosiatif). Hal ini dapat dipahami mengingat kompleks koordinat 6 sudah cukup crowded dan tidak ada tempat lagi bagi ligan pengganti untuk bergabung sehingga dihasilkan kompleks koordinat 7. Adapun untuk kompleks bujursangkar masih tersedia ruangan yang cukup longgar bagi ligan pengganti untuk bergabung membentuk intermediate berupa kompleks koordinat 5.
2 Reaksi Redoks
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) adalah reaksi dimana terjadi perubahan btlangan oksidasi pada ion-ion pusatya. Berdasarkan mekanismenya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism) dan mekanisme bola luar (outer sphere mechanism).
a. Mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism)
Mekanisme bola dalam juga disebut mekanisme perpindahan ligan karena perpindahan elektron dalam reaksi ini juga disertai dengan perpindahan ligan. Selain itu juga dikenal sebagai mekanisme jembatan ligan karena kompleks teraktivasinya merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan. Mekanisme ini terjadi antara dua kompleks di mana kompleks yang 1 innert dan yang lain labil.
Contoh :
[Co(NH3)5Cl]2+ +  [Cr(H2O)6]2+ + 5H3O+ ↔  [Co(H2O)6]2+ +   [CrCl(H2O)5]2+ + 5NH4+
Dalam reaksi tersebut tejadi perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III)  disertai dengan perpindahan ligan Cl- dari Co(III)   ke Cr(II). Jika dalam reaksi digunakan [Co(NH3)5*Cl]2+ dan juga ditambahkan Cl- ke dalam larutan tenyata yang dihasilkan adalah [Cr*Cl(H2O)5]2+ dan bukan [CrCl(H2O)5]2+ , artinya Cl- yang terikat pada Cr adalah Cl- yang semula terikat oleh Co. Untuk menjelaskan hal itu, H.Taube mengusulkan bahwa kompleks teraktivasi merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan, yaitu  [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+. Jadi Cl berfungsi sebagai “kabel” untuk perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III) sehingga masing-masing berubah menjadi Cr(III) ke Co(II). Setelah terjadi perpindahan elektron jari-jari Cr mengecil (karena muatan positif bertambah), sebaliknya Co membesar (karena muatan positif berkurang). Akibatnya daya tarik  Cr(III) terhadap ligan Cl- lebih besar dibanding daya tarik  Co(II) terhadap ligan Cl- dan setelah ikatan putus Cl- terikat oleh Cr(III).
Mekanisme :
[Co(NH3)5Cl]2+ +  [Cr(H2O)6]2+ ↔    [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+ +    H2O
[(NH3)5Co-Cl- Cr(H2O)5]4+ ↔    [(NH3)5Co]2+ +     [Cl-Cr(H2O)5]2+
[(NH3)5Co]2+ +      5H3O+ +    H2O    ↔     [Co(H2O)6]2+ +    5NH4+
Fakta lain yang mendukung usulan Taube tersebut adalah bahwa jika digunakan ligan yang lebih konduktif  (lebih polar atau memiliki ikatan rangkap, ternyata reaksi berlangsung lebih cepat :
VI- >  VBr- >  VCl-
V-CH=CH-CH-COO- >  V-CH2-CH2-CH2-COO-
b. Mekanisme bola luar (outer sphere mechanism)
Dalam mekanisme ini hanya terjadi perpindahan electron dan tidak disertai dengan perpindahan ligan, sehingga juga dikenal sebagai mekanisme perpindahan electron. Mekanisme ini terjadi dalam reaksi antara 2 kompleks yang inert.
Contoh :
[*Fe(CN)6]4- +    [Fe(CN)6]3- →      [*Fe(CN)6]3- +     [Fe(CN)6]4-
Karena kedua kompleks bersifat innert, maka pelepasan berlangsung lambat. Adapun elektron, dapat berpindah dengan sangat cepat (jauh lebih cepat dari perpindahan ligan) ; oleh karena itu tidak mugkin terjadi kompleks teraktivasi jembatan ligan. Dalam hal ini akan ditinjau 2 kemungkinan mekanisme :
  • Kedua kompleks saling mendekat kemudian diikuti oleh perpindahan elektron dari Fe(III) ke *Fe(II). Jika hal ini terjadi maka akan tejadi kompleks *Fe(II) dengan ikatan logam-ligan yang perlalu pendek, dan kompleks Fe(III) dengan ikatan logam-ligan yang perlalu panjang. Kedua produk tersebut memiliki tingkat energi yang tinggi (tak stabil), sehinga diduga tidak tejadi.
  • Kedua kompleks terlebih dahulu membentuk ompleks yangh simetris. Ikatan logam-ligan pada *Fe(II) agak mengkerut sedang pada Fe(III) agak mulur. Hal ini juga memerlukan energi tetapi relatif sedikit. Setelah kedua kompleks bergeometri sama (keadaan teaktivasi elektron berrpindah dari Fe(III) ke *Fe(II) melalui ligan-ligan kedua kompleks yang saling berdekatan. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa jika perbedaan panjang ikatan logam-ligan dalam kedua kompleks semakin besar tenyata ternyata reaksi berlangsung semakin lambat.
Pereaksi
K (pada suhu 25 oC)
[*Mn(CN)6]4- +    [Fe(CN)6]4- [*Fe(CN)6]3- +    [Fe(CN)6]4-
[*Co(NH3)6]2+ +    [Co(NH3)6]3+
> 106 mol detik-1 ≈ 105 mol detik-1
≈ 104 mol detik-1

V.3  Pengaruh Trans

Dalam reaksi substitusi pada kompleks platinum teramati bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat gugus yang berada pada posisi trans dari ligan terganti. Ligan-ligan dapat diurutkan berdasarkan ”pengaruh trans”, yaitu kemampuan melabilkan ligan lain yang berada pada posisi trans untuk siap digantikan. Dalam daftar berikut ligan diurutkan mulai dari yang memiliki  ”pengaruh trans” paling kuat, : CO, CN-, C2H4 > PR3, H-, RO > CH3-, SC(NH2)2 > C6H5, NO2-, I-, SCN- > Br- > Cl- > NH3, Py, RNH2, F- > OH- > H2O.
Contoh :
Cl                      Cl                                Cl                    Cl                            Cl                    Cl
Cl                     Cl                               NH3 Cl                             NH3 NH3
Cis
Penjelasan : –   Pada penambahan pertama, NH3 menggantikan Cl di sembarang posisi
- Pada penambahan  kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka salah satu ligan (selain NH3) yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3, sehingga diperoleh kompleks cis.
NH3 NH3 NH3 NH3 NH3 Cl
NH3 NH3 Cl                 NH3 Cl                  NH3
Trans
Penjelasan : -   Pada penambahan pertama, Cl menggantikan NH3 di sembarang posisi
-  Pada penambahan  kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka salah satu ligan yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3, sehingga diperoleh kompleks trans
WARNA
WARNA KOMPLEMEN
Hijau kekuningan Hijau
Biru kehijauan
Hijau kebiruan
Biru
Biru keunguan
Ungu kebiruan Ungu kemerahan
Merah
Oranye
Kuning keoranyean
Kuning